Kakawin Banawa Sĕkar (Bahtera Bunga) adalah kakawin pendek (21 bait) yang ditulis oleh Mpu Tanakung (nama samaran), diperkirakan ditulis pada kisaran tahun 1362 Masehi (masa Majapahit). Kakawin ini melukiskan tentang kemegahan upacara srāddha yang diadakan oleh Jīwanendrādhipa 'maharaja Jīwana' (Sri Rajasanegara), khususnya persembahan-persembahan yang dihaturkan oleh beberapa raja bawahan, yaitu Srī Nātheng Kŗtabhūmi (Bhre Kertabhumi), Naranātha ring Mataram (Bhre Mataram), Sang Nŗpati Pamotan (Bhre Pamotan) , Srī Parameśwareng Lasĕm (Bhre Lasem), dan Naranātha ring Kahuripan (Bhre Kahuripan).
Dari penuturan Kitab Pararaton dan Kakawin Negarakertagama kita mengetahui, bahwa pada tahun 1362 M, Tribhuwanatunggadewi memerintahkan penyelenggaraan upacara Sraddha untuk memperingati dua belas tahun meninggalnya Rajapatni Dyah Dewi Gayatri (yang meninggal tahun 1350 M). Dalam Kakawin Banawa Sekar ini raja Hayam Wuruk disebutkan dengan nama Jiwanendradhipa Maharaja Jiwana, dan hal ini sesuai dengan sejarah hidupnya, yaitu ketika ibunya (Tribhuwana) masih memerintah, Hayam Wuruk telah dinobatkan sebaga Raja Muda (Kumararaja( dan mendapat daerah Jiwana sebagai daerah lungguhnya, dan baru pada tahun 1350 M kemudian dinobatkankan menjadi Raja Majapahit.
Banawa Sekar berarti "perahu yang terbuat dari bunga". Kakawin ini ditulis tatkala Raja Hayam Wuruk (Sri Rajasanegara) melakukan sebuah korban suci besar (upacara Sraddha) yang ditujukan untuk memperingati dua-belas tahun meninggalnya Rajapatni Dyah Dewi Gayatri (neneknya), bertempat di alun-alun istana Majapahit.
Kakawin ini terdiri dari 12 bait dan tiga bab. Bab pertama adalah tentang megahnya upacara sraddha yang dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk. Banyak pendeta, keluarga kerajaan, para bangsawan dan semua pejabat Majapahit hadir untuk melakukan persembahyangan dan penghormatan kepada arca Rajapatni Gayatri yang diistanakan di sebuah singgasana putih. Bab kedua menjelaskan tentang beraneka macam persembahan dari banyak keturunan bangsawan Majapahit. Ada persembahan berupa puisi, tarian dan sebagainya. Persembahan terakhir adalah persembahan berupa perahu bunga (Banawa Sekar) oleh Raja Hayam Wuruk. Beliau mempersembahkan sebuah perahu yang terbuat dari bermacam-macam bunga berwarna-warni. Ada bunga gadung, teratai, pohon mas, sanggalangit, melati, magnolia dan sebagainya. Perahu itu sangat indah. Bab terakhir menyatakan penyesalan penulis kakawin karena tidak dapat menjelaskan kemegahan upacara itu sebagaimana yang diharapkan baginda raja. Dia berharap agar kakawin itu diterima oleh raja dan membuat beliau senang, sebelum kakawin itu disalin dalam bentuk lembaran-lembaran lontar.
Persembahan-persembahan itu berbentuk indah aneka warna dan bergaya seni serta berupa ilustrasi mengenai gita dan kidung yang digubah oleh raja-raja sendiri. Rupanya sajak-sajak itu dipersembahkan pada waktu yang sama, tertulis di atas karas (papan tulis) atau daun-daun lontar. Persembahan yang paling indah ialah persembahan yang dibawa oleh raja Majapahit sendiri yang menghaturkan sraddha berbentuk sebuah perahu yang dibuat dari rangkaian bunga-bunga (banawa sekar). Upacara sraddha ialah upacara untuk mengenang arwah seseorang yang telah meninggal dua belas tahun sebebelumnya.
Pada tahun 1983, Zoetmulder kemudian menyalin kakawin Banawa Sekar ini ke dalam aksara Latin serta menerjemahkannya ke dalam bahasa Belanda dan Indonesia.
Silahkan anda meninggalkan komentar demi kemajuan dan perkembangan blog ini, mohon jangan melakukan spam ..... (pasti akan terhapus secara otomatis)