Susunan pengadilan dalam artian semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama raja yang disebut Sang Amawabhumi artinya orang yang mempunyai atau menguasai negara. Dalam mukadimah Kutara Manawa ditegaskan demikian "Semoga Sang Amawabhumi teguh hatinya dalam mentrapkan besar kecilnya denda, jangan sampai salah trap. Jangan sampai orang yang bertingkah salah, luput dari tindakan. Itulah kewajiban Sang Amawabhumi, jika beliau mengharapkan kerahayuan negaranya".
Dalam soal pengadilan, Raja dibantu oleh dua orang Dharmadyaksa, yaitu seorang Dharmadyaksa Kasaiwan (dari Siwa) dan Dharmadhyaksa Kasogatan (dari Budha), dengan sebutan atau pangkat Dang Acarya. Kedudukan seorang dharmadyaksa dapat disamakan dengan kedudukan Hakim Tinggi, mereka dibantu oleh lima Upapatti yang berarti pembantu dalam pengadilan. Mereka itu dalam prasasti atau piagam biasa disebut dengan pamegat atau sang pamegat (disingkat samgat) artinya sang pemutus alias hakim. Baik dharmadyaksa maupun upapatti bergelar Dang acarya, yang pada awalnya berjumlah lima yaitu Sang Pamegat Tirwan, Sang Pamegat Kandamuhi, Sang Pamegat Manghuri, Sang Pamegat Jambi dan Sang Pamegat Pamotan. Mereka semuanya termasuk ke dalam golongan kasaiwan, karena agama Siwa adalah agama resmi negara Majapahit dan paling banyak pengikutnya.
Pada jaman pemerintahan Dyah Hayam Wuruk jumlah upapatti ditambah dua yang merupakan golongan kasogatan, sehingga komposisinya menjadi lima orang upapatti kasaiwan dan dua orang upapatti kasogatan. Dua upapatti kasogatan tersebut adalah Sang Pamegat Kandangan Tuha dan Sang Pamegat Kandangan Rare. Demikianlah Negarakertagama dalam pupuh X/3 menyebut adanya dua orang dharmadyaksa dan tujuh orang uppatti.
Dalam Negarakertagama pupuh XXV/2 diuraikan bahwa ketika Hayam Wuruk singgah di Patukangan, beliau dihadap oleh pelbagai pembesar, diantaranya dyaksa, uppatti dan para panji yang paham tentang undang-undang. Dari uraian tersebut nyatalah bahwa para panji adalah pembantu para upapatti dalam melaksanakan tugas pengadilan di daerah-daerah. Pangkat panji ini masih dikenal di kesultanan Jogya sampai dengan tahun 1940, dimana sama dengan Majapahit, panji di kesultanan Jogya ini diserahi tugas pengadilan.
Hanya dalam keadaan darurat seperti pada tahun 1364 (sepeninggal Gajah Mada), dalam menjalankan pengadilan Sang Amawabhumi diwakili oleh dua orang pembesar kerajaan, seperti yang dinyatakan dalam Negarakertagama pupuh LXXII/4, dua orang pembesar tersebut adalah ayah dan kemenakan Dyah Hayam Wuruk sendiri, sebagaimana dinyatakan dalam Negarakertagama pupuh III/2 memberitakan bahwa raja Kertawardhana memegang urusan pengadilan, serta Negarakertagama pupuh VII/4 yang menyatakan bahwa Wikramawardhana memegang pengadilan seluruh negara. Kedua pupuh ini perlu dikaitkan dengan pupuh VI/3 yang menyebutkan bahwa Wikramawardhana menjadi wakil utama sri narendra dengan kata paningkah sri narendradhipa.
Silahkan anda meninggalkan komentar demi kemajuan dan perkembangan blog ini, mohon jangan melakukan spam ..... (pasti akan terhapus secara otomatis)