Menurut kakawin Negarakertagama pada tahun 1365 kerajaan Campa mempunyai hubungan persahabatan dengan Majapahit. Pada waktu itu Campa diperintah oleh Che Bong Nga, orang besar di Campa berkat kejayaannya dalam peperangannya melawan Dai Vet dari tahun 1361 sampai 1390. Masa pemerintahannya bertepatan dengan masa pemerintahan Dyah Hayam Wuruk di Majapahit yakni dari tahun 1351 sampai 1389. Baik jalannya sejarah maupun keruntuhannya, kerajaan Campa hampir mirip dengan kerajaan Majapahit. Che Bong Nga digantikan oleh Ngaut Klaung Wijaya yang memerintah Campa dari tahun 1400 sampai 1441 dan mengambil nama abhiseka Indrawarman pada tahun 1432. Ia berjaya menyelamatkan negaranya dari ancaman Dai Viet, namun sepeninggalnya timbullah perang saudara. Dalam masa tiga puluh tahun semenjak matinya Indrawarman, Campa diperintah oleh lima orang raja dari pelbagai dinasti, ganti berganti melalui peperangan yang melemahkan kedudukan negara, sehingga pada tahun 1471 diserang oleh Vietnam. Kerajaan Campa runtuh dan sejak itu diduduki oleh bangsa Vietnam serta tidak pernah bangun lagi.
Serat Kanda dan Babat Tanah Jawi memberitakan bahwa pada permulaan abad limabelas raja Brawijaya dari Majapahit kawin dengan puteri Campa (seorang muslim) yang bergelar puteri Dwarawati. Oleh karena puteri Campa itu meninggal pada tahun 1448 seperti tercatat dalam batu nisannya di Trawulan (Dr. J.L.A. Brandes, Pararaton, hal. 197). Ia meninggalkan Campa kira-kira pada jaman pemerintahan Indrawarman. Hal yang membingungkan adalah, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya agama Islam di Campa sebelum tahun 1471, sehingga berita tentang puteri Campa (oleh Pararaton) di atas sama sekali tidak cocok dengan epigrafi Campa, oleh karenanya persoalan ini merupakan persoalan yang tidak gampang pemecahannya.
Sebaliknya pengumuman kaisar T'ai-tsu pada tahun 1370 yang mendirikan dinasti Ming sejak jatuhnya dinasti Yuan pada tahun 1368, jelas-jelas menyatakan bahwa pada tahun 1370 Campa telah mengadakan hubungan persahabatan dengan Cina. Hubungan persahabatan ini meningkat pada permulaan abad limabelas dalam pemerintahan kaisar Yung-lo berkat aktivitas duta keliling Cheng-Ho. Campa merupakan pelabuhan penting dan dijadikan pangkalan untuk melancarkan aktivitas Cheng Ho ke daerah-daerah Asia Tenggara. Kiranya persoalan Puteri Campa ini perlu dikaitkan dengan aktivitas duta keliling Cheng Ho tersebut, yang memang jelas-jelas telah memeluk agama Islam. Masalah ini dibahas dalam tulisan yang berjudul "The Coming of Islam to Majapahit" (Slametmuljana, "Islam in Java before the foundation of Islamic state of Demak" di Nanyang Society Journal, vol. 27, hal. 41-82).
Mengenai hubungan antara Majapahit di satu pihak dan Kamboja serta Dai Viet (Yawana) di lain pihak, seperti dinyatakan dalam Negarakertagama pupuh XV, tidak terdapat beritanya, baik dalam karya-karya sejarah maupun dalam epigrafi.
Silahkan anda meninggalkan komentar demi kemajuan dan perkembangan blog ini, mohon jangan melakukan spam ..... (pasti akan terhapus secara otomatis)